About

komuniaksi lintas budaya

 Anxiety Uncertainty Management Theory (teori pengelolaan kecemasan atau ketidak pastian)

Konsep diri dan diri
Meningkatnya harga diri ketika berinteraksi dengan orang asing akan menghasilkan peningkatan kemampuan mengelola kecemasan.
  Motivasi untuk berinteraksi dengan orang asing.
Meningkatnya kebutuhan diri untuk masuk di dalam kelompok ketika kita berinteraksi dengan orang asing akan menghasilkan sebuah peningkatan kecemasan.
Reaksi terhadap orang asing.
Sebuah peningkatan dalam kemampuan kita untuk memproses informasi yang kompleks tentang orang asing akan menghasilkan sebuah peningkatan kemampuan kita untuk memprediksi secara tepat perilaku mereka.
Kategori sosial dari orang asing.
Sebuah peningkatan kesamaan personal yang kita persepsi antara diri kita dan orang asing akan menghasilkan peningkatan kemampuan mengelola kecemasan kita dan kemampuan memprediksi perilaku mereka secara akurat. Pembatas kondisi: pemahaman perbedaan-perbedaan kelompok kritis hanya ketika orang orang asing mengidentifikasikan secara kuat dengan kelompok.
  Koneksi dengan orang asing.
Sebuah peningkatan di dalam rasa ketertarikan kita pada orang asing akan menghasilkan penurunan kecemasan kita dan peningkatan rasa percaya diri dalam memperkirakan perilaku mereka.

ASUMSI DASAR anxienty/uncertainty management theory
Asumsi dasar dari teori ini adalah dalam proses komunikasi, semakin tinggi ketidakpastian seseorang maka akan semakin rendah keberhasilan komunikasi yang hendak dilakukannya. Dengan bahasa yang lain, proses komunikasi dilakukan untuk mengurangi ketidakpastian sehingga tujuan komunikasi tercapai. Gudykunst menggunakan konsep ’uncertainty’ untuk memprediksi perilaku orang lain dan konsep ’anxiety’ untuk menjelaskan proses penyesuaian budaya.
Pengaplikasian teori ini

PENGAPLIKASIANNHYA
Sebagai contoh kasus dalam teori mengelola ketidakpastian dan kecemasan yaitu
Patrick teman satu mata kuliah kita ini, tertarik untuk berkencan dengan salah satu
mahasiswi jurusan Visual and Art Communication. Yang biasa dipanggil dengan nama
Gita atau biasa dikenal Gita Novayanti. Sebelum berkencan Patrick mungkin mengamati
Gita secara diam-diam dalam jangka waktu tertentu. Hal yang dapat dilakukannya ialah
dengan mengamati cara Gita bereaksi terhadap kejadian dalam kelas. Misalnya
pertanyaan dari dosen, diskusi kelas, berbicara dengan teman, dan sebagainya. Selain
Patrick dapat mengamati Gita dikelas, Patrick juga dapat mengamati Gita teman
sekelasnya itu diluar kelas, seperti di warung makan atau di café.  Patrick mungkin saja,
dapat meminta bantuan salah satu teman dekatnya Gita untuk mengajak Gita keacara
pesta yang ia buat. Inilah hal yang mungkin dilakukan oleh setiap individu untuk
mengurangi rasa ketidakpastian terhadap orang lain dengan menggunakan strategi pasif
dan strategi aktif.
FACE NEGOTIATION THEORY (Teori Negosiasi Wajah)
Teori negosiasi wajah adalah salah satu dari sedikit teori yang secara eksplisit mengakui bahwa orang dari budaya yang berbeda memiliki bermacam pemikiran mengenai “wajah” orang lain. Pemikiran ini menyebabkan mereka menghadapi konflik dengan cara berbeda. Wajah merupakan perpanjangan dari konsep diri seseorang, wajah  telah menjadi fokus dari banyak penelitian di dalam berbagai bidang ilmu.
Asumsi dasar Teori Negosiasi Wajah  mencakup komponen-komponen penting dari teori ini yaitu wajah, konflik, dan budaya.
·           Asumsi pertama menekankan pada identits diri (self identity) atau ciri pribadi atau karakter seseorang.
·           Asumsi kedua berkaitan dengan konflik, yang merupakan komponen utama dari teori ini. Konflik dapat merusak wajah sosial seseorang dan dapat mengurangi kedekatan hubungan antara dua orang.
·           Asumsi ketiga berkaitan dengan dampak yang dapat diakibatkan oleh suatu tindakan terhadap wajah. Dengan menggabungkan hasil penelitian mengenai kesantunan, Ting-Toomey menyatakan bahwa tindakan yang mengancam wajah bersifat wajah positif maupun wajah negatif dari para partisipan.

Aplikasi Teori
Teori ini menyediakan dasar-dasar untuk memprediksi bagaimana individumengaplikasikan
 facework 
dalam budaya yang berbeda. Konsep
 face
dalam teori inimengacu pada citra diri seseorang di hadapan orang lain, yang mencakup soal rasahormat, status, hubungan, loyalti, dan nilai-nilai serupa. Dengan kata lain,
 face
berartirasa nyaman seseorang tentang dirinya dalam keadaan apa pun yang dipreskripsikan olehbudayanya.

Speech Codes Theory.
Teori yang dipublikaskan Gerry Philipsen ini berusaha menjawab tentang keberadaan speech code dalam suatu budaya, bagaimana substansi dan kekuatannya dalam sebuah budaya. Ia menyampaikan proposisi-proposisi sebagai berikut:
a. Dimanapun ada sebuah budaya, disitu diketemukan speech code yang khas.
b. Sebuah speech code mencakup retorikal, psikologi, dan sosiologi budaya.
c. Pembicaraan yang signifikan bergantung speech code yang digunakan pembicara dan pendengar untuk memkreasi dan menginterpretasi komunikasi mereka.
d. Istilah, aturan, dan premis terkait ke dalam pembicaraan itu sendiri.
e. Kegunaan suatu speech code bersama adalah menciptakan kondisi memadai untuk memprediksi, menjelaskan, dan mengontrol
Asumsi Teori:

Teori ini meneliti tentang kemampuan orang asing dalam menyesuaikan suasana melalui gaya bahasa ketika bersama atau di lingkungan orang asing

Terdapat tiga substansi speech codes, yakni menyangkut psikologi, sosiologi dan rhetoric


  • PsikologiDalam konteks psikologi, setiap tanda dari cara berbicara secara tematis adalah keaslian dari individu-individu yang diungkapkan dengan cara berbeda
  •  SosiologiDalam konteks sosiologi,  cara berbicara mencakup jawaban tentang hubungan antara diri sendiri dan orang lain yang dianggap pantas dan sumber apa yang pantas dan efektif digunakan dalam relasi tersebut.

  • RethoricPhilipsen mendefinisikan rhetoric sebagai double sense yakni pengetahuan tentang kebenaran dan persuasi.




komuniaksi lintas budaya komuniaksi lintas budaya Reviewed by kreaasi komunikasi dan informasi on 07:20 Rating: 5

No comments:

Facebook